Saturday, March 5, 2011

Aku Di Kaki Merapi

          Pasir & batu berkawan menjadikannya gersang bersama terik mentari, bukan halangan untuk tersenyum kembali.


Srunen, sebuah dusun ketiga dari puncak merapi adalah tempatku dan kawan-kawan mengabdi sementara untuk sebulan lebih ini, program kuliah kerja nyata yang sedang kujalani ini menempatkan aku di sebuah dusun yang dulu asri kini sudah susah untuk dihuni.
Ini sedikit catatan hidupku tinggal bersama manusia hebat kaki merapi yang lagi-lagi menambah beban memory otakku untuk menyimpan semua ingatan bersejarah. Menempuh perjalanan sekitar 15 menit melewati kali gendol yang hingga kini masih berasap dengan aroma belerang yang lumayan menyengat, rumah yang sudah tidak berpenghuni, gunung-gunung pasir yang menjulang dengan batu-batu besar sebagai ornamennya..hingga akhirnya di ujung sana terpampang sebuah gedung yang lumayan besar yang merupakan bangunan kelurahan, kondisinya masih bisa dikatakan lumayan untuk menjadi tempat aku dan kawan-kawan bermukim selama program kkn ini.
Dibelakang gedung besar inilah berbaris bilik-bilik bambu dengan alas tanah sebagai tempat mereka bermimpi sekarang akan masa depan yang lebih cerah, Kurang lebih 5 km jaraknya dari dusun mereka semula, sebuah hunian sementara yang biasa disebut shelter bantuan pemerintah yang ukurannya mungkin tidak lebih lebar dari garasi rumah pejabat, 2kamar tidur, 1kamar mandi dan dapur, dari melihatnya pun dingin pasti tak segan menyerang mereka yang didalamnya, kalau bisa kusimpulkan shelter ini seperti tempat tinggal yang bisa dibilang “asal tidak kehujanan”.
Lingkungan baru buatku dan aku yang baru buat mereka, bukan soal besar yang perlu dikhawatirkan, warga shelter menerima aku dan kawan-kawan dengan hangatnya seperti sudah menjadi bagian dari mereka sejak lama. Senyum ramah selalu menghiasi langkah kecilku menyusuri jalanan diantara shelter- shelter ini, menandakan seperti tak ada sesuatu yang pernah terjadi sebelumnya, kenyataannya mereka menghadapi kehilangan sesuatu yang sangat berharga, mereka sadar ini adalah kehidupan yang kadang suka kadang duka..bukan hukuman namun ujian, tak kusangka manusia-manusia ini terlalu kuat untuk bisa kusaingi ketabahannya.
Dan sebagaimana suatu kelompok memiliki ketua begitu juga dengan Dusun Srunen yang memiliki Pak Sukatmin..manusia berperawakan kecil, sangat sederhana, dan memiliki senyum ramah desa yang susah ditemukan jika tinggal di lingkungan perkotaan. Beliau seorang pimimpin di dusun Srunen biasa disebut dengan sebutan Pak Dukuh bagi warganya. Bersama sang istri dan ketiga anaknya lah beliau menempati shelter ini. Mereka sekeluarga yang menjadi keluarga baruku, walaupun aku dan kawan-kawan ini hanya anak angkat yang kalau dilihat dari kuantitasnya bisa menyusahkan sekaligus menyesakkan shelter..beliau tidak pernah merasa direpotkan. Begitu halnya dengan warga Srunen lainnya.
Dari sinilah aku belajar lagi tentang kehidupan bersama warga Srunen dengan bimbingan seorang ayah angkat yang sedikit lebih muda dari ayahku di kampung halaman sana. Bagaimana saling menghargai dan menghormati sesama, menerima segala apa yang sudah menjadi kehendakNya, hidup harus terus berjalan dengan berusaha dan berdoa.
aku di kaki merapi dengan segala introspeksi diri, 22 februari 2011 – 8 april 2011.